Latest topics
Who is online?
In total there are 9 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 9 Guests :: 1 BotNone
Most users ever online was 67 on Sat Feb 29, 2020 2:10 am
Politik Jalan Raya Ibukota
+5
Meitina (MeTz)
Ayu Puspita
nu2dizini
umam
pandaiapi
9 posters
:: Waktu Sekolah :: Educational :: Politik
Page 1 of 1
Politik Jalan Raya Ibukota
Ada cerita unik tentang kota Bandung. Sebagaimana laiknya kota-kota besar di Indonesia, anda akan menemukan nama jalan yang diambil dari nama pahlawan nasional, kerajan kuno, atau nama yang khas kota tersebut. Akan tetapi jangan harap menemukan Jalan Majapahit atau Jalan Gajah Mada di Bandung, sebagaimana dapat kita temukan di Jakarta. Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar di masa lalu yang pernah mempersatukan nusantara itu konon punya track record buruk di mata orang Pasundan. Terlebih Gadjah Mada, sang Mahapatih yang kerap dikaitkan dengan persitiwa Perang Bubat, perang antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Pasundan. Mungkn karena “dendam” masa silam, tak ada satupun jalan raya di kota Bandung yang mengadopsi nama Majapahit dan Gajah Mada yang kesohor di seluruh nusantara itu.
Jika anda tak percaya coba saja telusuri di http://cybermap.cbn.net.id/ Pilih lokasi kota Bandung, lalu pada keyword ketik Majapahit atau Gajah Mada. Hasilnya: Nihil. Bandingkan dengan Jakarta atau kota lain, maka akan muncul jalan bahkan mungkin lebih dari satu jalan yang menggunakan nama Majapahit atau Gajah Mada.
Begitulah, tanpa kita sadari jalan yang tiap hari kita lewati ternyata memiliki sejarah nya sendiri, bahkan kadang punya kisah yang unik. Apalagi jika nama jalan tersebut mengadopsi nama pahlawan atau diambil dari peristiwa sejarah yang kadang kontroversial, seperti persitiwa G 30 S misalnya.
Kalau kita perhatikan, nama para Jenderal yang gugur akibat kisruh politik tahun 1965 (oleh pemerintah Orde Baru diberi gelar prestisius: Pahlawan Revolusi) yang masih diliputi kabut misteri itu tetap abadi sebagai nama Jalan Raya (arteri) di Ibukota. Sebut saja Jalan M.T Haryono, Jalan Mayjen Panjaitan, Jalan Ahmad Yani, Jalan Kapten Tendeandan lainnya. Bahkan kalau lebih teliti lagi hampir semua nama Jalan utama di ibukota didominasi nama tentara: Sudirman, Gatot Subroto, TB. Simatupang, Yos Sudarso adalah sekedar contoh. Meski terdapat pula nama jalan yang diadopsi dari pahlawan dengan background sipil, namun nama beberapa jenderal masih mendominasi jalan utama ibukota.
Tanpa mengecilkan pengorbanan dan jasa yang telah diberikan oleh para Jenderal itu, saya merasa ada yang janggal dalam penamaan jalan raya di Ibukota yang sebagian dilakukan pada masa pemerintahan Orde Baru. Pertama, muncul kesan bahwa kalangan tentara (TNI) adalah kelompok yang paling berjasa bagi republik ini. Seolah pahlawan nasional, yang namanya lebih layak dikenang dan diabadikan, cuma berasal dari kalangan tentara.
Kedua, dominasi nama jenderal itu menunjukan ketidakadilan, peminggiran, serta penafikan peran tokoh lain yang juga memberikan kontribusi tidak sedikit bagi bangsa ini. Sebut saja Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, nama dua pahlawan proklamator ini tak satu pun dapat kita temukan di jalanan ibukota republik ini (kecuali di Bandung). Gelar Pahlawan Prolamator sendiri baru diberikan secara resmi pada tahun 80-an oleh pemerintah Orde Baru yang tampaknya masih “alergi” dan khawatir akan kharisma Bung Karno yang dapat menginspirasi bangkitnya kelompok oposisi. Meski belakangan nama dua tokoh proklamator ini resmi digunakan sebagai nama bandara internasional Cengkareng, nomenkaltur jalan raya dan tempat publik di Ibukota yang masih didominasi nama tentara menunjukan kepentingan penguasa militer saat itu (Jend. Soeharto) yang hendak menancapkan hegemoni demi kepentingan kekuasaannya.
Sepintas lalu masalah nomenklatur jalan raya ini mungkin terlihat remeh. Terlebih bagi para tokoh dan jenderal itu yang perjuangannya tentu bukan untuk mendapatkan pengakukan pahlawan atau sekedar dijadikan nama sebuah jalan kelak. Namun bagi kita yang hidup sesudah mereka berkewajiban untuk menghormati, meneladani, serta mengenang mereka sebagaimana kata Bung Karno: Jas Merah ! akronim dari Jangan pernah sekali-kali melupakan sejarah ! Salah satu bentuk penghormatan dan upaya mengenang mereka adalah dengan mengabadikan nama mereka sebagai nama jalan atau tempat publik lainnya. Apalagi di ibukota negara yang menjadi landmark Indonesia ini, akan lebih baik jika nama jalan utama Jakarta mengadopsi nama pahlawan dan tokoh lain yang berkontribusi besar bagi Republik ini.
Oleh karena itu mungkin perlu dipertimbangkan untuk melakukan penamaan ulang beberapa jalan raya di ibu kota. Upaya tersebut dengan sendirinya menjadi upaya menguak kembali fakta sejarah yang pada masa orde baru dulu kerap direkayasa untuk kepentingan rezim militeristik yang berkuasa. Dengan demikian kita dapat memberikan penghormatan kepada pendahulu kita sebagaimana mestinya. Kepada mereka yang benar-benar berjasa bagi republik ini, juga kepada mereka yang sejatinya adalah “korban” hingga mendapatkan gelar “kepahlawanan” karena kisruh politik pada zamannya.
Semoga kelak saat berlenggang di jalanan ibukota kita tak hanya menemukan nama jenderal disana. Tapi ada juga nama Ir. Soekarno, Hatta, Natsir, atau Tan Malaka. Nama terakhir ini malah bernasib “tragis”. Tan Malaka yang namanya dikenal dunia itu cuma jadi nama gang di bilangan kalibata, tempat dimana ia pernah menetap pasca proklamasi.
Jika anda tak percaya coba saja telusuri di http://cybermap.cbn.net.id/ Pilih lokasi kota Bandung, lalu pada keyword ketik Majapahit atau Gajah Mada. Hasilnya: Nihil. Bandingkan dengan Jakarta atau kota lain, maka akan muncul jalan bahkan mungkin lebih dari satu jalan yang menggunakan nama Majapahit atau Gajah Mada.
Begitulah, tanpa kita sadari jalan yang tiap hari kita lewati ternyata memiliki sejarah nya sendiri, bahkan kadang punya kisah yang unik. Apalagi jika nama jalan tersebut mengadopsi nama pahlawan atau diambil dari peristiwa sejarah yang kadang kontroversial, seperti persitiwa G 30 S misalnya.
Kalau kita perhatikan, nama para Jenderal yang gugur akibat kisruh politik tahun 1965 (oleh pemerintah Orde Baru diberi gelar prestisius: Pahlawan Revolusi) yang masih diliputi kabut misteri itu tetap abadi sebagai nama Jalan Raya (arteri) di Ibukota. Sebut saja Jalan M.T Haryono, Jalan Mayjen Panjaitan, Jalan Ahmad Yani, Jalan Kapten Tendeandan lainnya. Bahkan kalau lebih teliti lagi hampir semua nama Jalan utama di ibukota didominasi nama tentara: Sudirman, Gatot Subroto, TB. Simatupang, Yos Sudarso adalah sekedar contoh. Meski terdapat pula nama jalan yang diadopsi dari pahlawan dengan background sipil, namun nama beberapa jenderal masih mendominasi jalan utama ibukota.
Tanpa mengecilkan pengorbanan dan jasa yang telah diberikan oleh para Jenderal itu, saya merasa ada yang janggal dalam penamaan jalan raya di Ibukota yang sebagian dilakukan pada masa pemerintahan Orde Baru. Pertama, muncul kesan bahwa kalangan tentara (TNI) adalah kelompok yang paling berjasa bagi republik ini. Seolah pahlawan nasional, yang namanya lebih layak dikenang dan diabadikan, cuma berasal dari kalangan tentara.
Kedua, dominasi nama jenderal itu menunjukan ketidakadilan, peminggiran, serta penafikan peran tokoh lain yang juga memberikan kontribusi tidak sedikit bagi bangsa ini. Sebut saja Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, nama dua pahlawan proklamator ini tak satu pun dapat kita temukan di jalanan ibukota republik ini (kecuali di Bandung). Gelar Pahlawan Prolamator sendiri baru diberikan secara resmi pada tahun 80-an oleh pemerintah Orde Baru yang tampaknya masih “alergi” dan khawatir akan kharisma Bung Karno yang dapat menginspirasi bangkitnya kelompok oposisi. Meski belakangan nama dua tokoh proklamator ini resmi digunakan sebagai nama bandara internasional Cengkareng, nomenkaltur jalan raya dan tempat publik di Ibukota yang masih didominasi nama tentara menunjukan kepentingan penguasa militer saat itu (Jend. Soeharto) yang hendak menancapkan hegemoni demi kepentingan kekuasaannya.
Sepintas lalu masalah nomenklatur jalan raya ini mungkin terlihat remeh. Terlebih bagi para tokoh dan jenderal itu yang perjuangannya tentu bukan untuk mendapatkan pengakukan pahlawan atau sekedar dijadikan nama sebuah jalan kelak. Namun bagi kita yang hidup sesudah mereka berkewajiban untuk menghormati, meneladani, serta mengenang mereka sebagaimana kata Bung Karno: Jas Merah ! akronim dari Jangan pernah sekali-kali melupakan sejarah ! Salah satu bentuk penghormatan dan upaya mengenang mereka adalah dengan mengabadikan nama mereka sebagai nama jalan atau tempat publik lainnya. Apalagi di ibukota negara yang menjadi landmark Indonesia ini, akan lebih baik jika nama jalan utama Jakarta mengadopsi nama pahlawan dan tokoh lain yang berkontribusi besar bagi Republik ini.
Oleh karena itu mungkin perlu dipertimbangkan untuk melakukan penamaan ulang beberapa jalan raya di ibu kota. Upaya tersebut dengan sendirinya menjadi upaya menguak kembali fakta sejarah yang pada masa orde baru dulu kerap direkayasa untuk kepentingan rezim militeristik yang berkuasa. Dengan demikian kita dapat memberikan penghormatan kepada pendahulu kita sebagaimana mestinya. Kepada mereka yang benar-benar berjasa bagi republik ini, juga kepada mereka yang sejatinya adalah “korban” hingga mendapatkan gelar “kepahlawanan” karena kisruh politik pada zamannya.
Semoga kelak saat berlenggang di jalanan ibukota kita tak hanya menemukan nama jenderal disana. Tapi ada juga nama Ir. Soekarno, Hatta, Natsir, atau Tan Malaka. Nama terakhir ini malah bernasib “tragis”. Tan Malaka yang namanya dikenal dunia itu cuma jadi nama gang di bilangan kalibata, tempat dimana ia pernah menetap pasca proklamasi.
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
wah....dah keduluan tian!!
padahal baru aja umam mo re-post dari MP-nya tian
tapi beneran gak nyangka, ternyata ada sisi politis dari nama sebuah jalan
padahal baru aja umam mo re-post dari MP-nya tian
tapi beneran gak nyangka, ternyata ada sisi politis dari nama sebuah jalan
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
Wah..wah.. Kalo bicara sejarah,jaman orba kyknya bnyk sejarah yg dibuat2 ato diputarbalik. Cth kyk supersemar klo gak salah.. Masih ada simpangsiurnya kan??
Pemberian nama pahlawan sebagai nama jalan yg di dominasi oleh nama kalangan militer kyknya sah-sah aja. Kan mereka yg berperang. Tentara juga yg merebut kemerdekaan bangsa ini. Lagian klo mengganti nama jalan, gak semudah membalikkan telapak tangan bos.. Bnyk biaya yg akan dikeluarkan.
Ambil cth Jl.Jend.Sudirman.. Ada berapa bnyk gedung2 n perusahaan yg bakal merubah alamat mereka cm krn nama jalannya di ganti. Kan keluar biaya lagi tuh.
Yaa mungkin nanti2 siy klo ada jalan baru,mungkin aja bisa ada nama jalan selain pahlawan dari kalangan militer..
Btw, bekas bandara kemayoran kan skrg nama jalannya itu Jl.Benyamin Sueb..
Itu udh ada nama pahlawan dibidang seni betawi... Tul gak??
Hehehehe....
Pemberian nama pahlawan sebagai nama jalan yg di dominasi oleh nama kalangan militer kyknya sah-sah aja. Kan mereka yg berperang. Tentara juga yg merebut kemerdekaan bangsa ini. Lagian klo mengganti nama jalan, gak semudah membalikkan telapak tangan bos.. Bnyk biaya yg akan dikeluarkan.
Ambil cth Jl.Jend.Sudirman.. Ada berapa bnyk gedung2 n perusahaan yg bakal merubah alamat mereka cm krn nama jalannya di ganti. Kan keluar biaya lagi tuh.
Yaa mungkin nanti2 siy klo ada jalan baru,mungkin aja bisa ada nama jalan selain pahlawan dari kalangan militer..
Btw, bekas bandara kemayoran kan skrg nama jalannya itu Jl.Benyamin Sueb..
Itu udh ada nama pahlawan dibidang seni betawi... Tul gak??
Hehehehe....
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
nama gw ada kans buat jadi nama jalan gak ya...bosen nih jadi nama dawet mulu...
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
yaah.. emg gitu kali met..gapapalah. bright side-nya, paling ngga dawet kan seger dan manisss....hihihi..
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
tapi klo pas lagi ngebuat es dawet, si abang dawetnya bercucuran keringatnya bukan seger en manis lagi tuh Yu....
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
ah, memet..justru keringetnya yg bercucuran krna kerja kerasnya itu akan berbuah manis dan jadi pahala krna dia ikhlas bekerja buat ngidupin keluarganya.. makanya, lo beli yg banyak ya..tar bagi2in deh tu ke anak2..
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
iya klo keringetnya bercucuran krn kerja keras patut qta hargai, tapi klo karena emang lagi panas2nya di siang hari yg suhunya mencapai 32 derajat Celcius trus tetesan keringatnya itu jatuh pas di es dawet yg lagi dibikin abangnya atas pesanan elo Yu ????
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
berarti dawet yg kmaren gw minum?????
andika/15.25.ipa2- Kelas 4 SD
-
Number of posts : 451
Age : 40
Location : old trafford
Job/hobbies : pelayan/menyapu, mencuci, masak,..
Humor : gak punya selera humoryg tinggi, jrg ketawa
Registration date : 2007-11-13
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
Yaa nanti2 ada nama jalan Dawet Ayu dah.. Lu ajuin aja ke DPR yuk..
Hehehehe...
Hehehehe...
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
syarat namanya dijadikan nama jalan:
1.berjasa/berprestasi buat negara/bangsa/daerah/lingkungan
2.sudah meninggal.
Yu,lo masih mau nama lo dijadikan nama jalan?
mau cepat atau kapan2 aje??
1.berjasa/berprestasi buat negara/bangsa/daerah/lingkungan
2.sudah meninggal.
Yu,lo masih mau nama lo dijadikan nama jalan?
mau cepat atau kapan2 aje??
Re: Politik Jalan Raya Ibukota
Yah...gak bisa jadi pahlawan ya kalo masih idup? Di pelem heroes lo cuma perlu kekuatan ekstra aja tuh.
Similar topics
» Kerjaan, oh kerjaan...
» Politik Kantor
» Headline salah satu surat kabar ternama di ibukota
» Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H
» mengapa ayam menyebrang jalan?
» Politik Kantor
» Headline salah satu surat kabar ternama di ibukota
» Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H
» mengapa ayam menyebrang jalan?
:: Waktu Sekolah :: Educational :: Politik
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
|
|
Sat Nov 09, 2013 10:41 pm by umam
» Selamat Pagi
Fri Nov 08, 2013 1:50 pm by Tertio_kd
» Test dulu
Thu Nov 07, 2013 10:12 am by tanti
» Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H
Tue Sep 07, 2010 9:30 am by Meitina (MeTz)
» Let's Talk About Money!
Thu Sep 02, 2010 8:17 pm by irman.restiadi
» Kerugian Akibat Kurang Tidur
Thu Aug 26, 2010 7:06 pm by Ayu Puspita
» Kok sepi lagi....?
Thu Aug 26, 2010 7:03 pm by Ayu Puspita
» Vacation to Pulau Tidung
Thu Aug 26, 2010 3:41 pm by Eine
» Popok Kain a.k.a. Cloth Diaper Pempem!
Thu Aug 26, 2010 3:33 pm by Eine